Minggu, 18 Juli 2010

PPh Pasal 15

Pasal 15 UU PPh mengamanahkan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu. Alasan dari diberikan Norma Penghitungan Khusus bagi wajib pajak tertentu adalah kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut (perhitungan Penghasilan Kena Pajak berdasarkan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) UU PPh). Golongan Wajib Pajak tertentu tersebut antara lain:
  1. perusahaan pelayaran dalam negeri;
  2. perusahaan penerbangan dalam negeri;
  3. perusahaan penerbangan dan/atau pelayaran luar negeri;
  4. Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai perwakilan dagang di Indonesia;
  5. Wajib Pajak yang melakukan usaha maklon internasional dengan produk mainan anak.
Dalam penjelasan Pasal 15 UU PPh selain kelima golongan di atas, disebutkan juga perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas, dan panas bumi, serta perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (build, operate, and transfer). Dalam pengaturan lebih lanjut perusahaan asuransi luar negeri masuk dalam pengaturan PPh Pasal 26 (KMK 624/KMK.04/1994), karyawan dari perusahaan pengeboran minyak, gas, dan panas bumi masuk dalam ketentuan Pasal 21 (KMK 715/KMK.04/1984), sedangkan untuk perusahaan BOT lebih tepatnya termasuk dalam ketentuan pengalihan hak atas tanah dan bangunan (KMK 248/KMK.04/1995).

Yang perlu dicermati dalam ketentuan Pasal 15 UU PPh ini adalah bahwa tarif dan sifat pengenaan PPh untuk penghasilan dari golongan tertentu tersebut telah ditentukan oleh Menteri Keuangan. Walaupun sebenarnya kewenangan Menteri Keuangan hanya sebatas menentukan Norma Penghitungan Khusus untuk golongan tertentu tersebut. Untuk lebih jelasnya, pengenaan PPh Pasal 15 saya rangkumkan dalam tabel di bawah:


Tidak ada komentar: