Rabu, 22 Februari 2012

Penghasilan istri dari suami yang berstatus SPLN

Untuk menentukan suatu penghasilan merupakan objek PPh atau bukan objek PPh harus mengacau pada Pasal 4 UU PPh. Pasal 4 ayat (1) mengatur tentang objek PPh, Pasal 4 ayat (2) mengatur tentang objek PPh yang pengenaan pajaknya bersifat final, sedangkan Pasal 4 ayat (3) mengatur tentang penghasilan yang bukan merupakan objek PPh.

Berdasarkan Pasal 8 UU PPh pengenaan Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak orang pribadi dikenakan terhadap keluarga sebagai satu kesatuan ekonomi. Dengan demikian satu keluarga tersebut merupakan satu Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan. Dalam keluarga tersebut tentu terdapat suami sebagai kepala keluarga, istri, dan anak yang belum dewasa. Oleh karena satu keluarga merupakan satu Wajib Pajak maka penghasilan istri atau anak yang belum dewasa dianggap sebagai penghasilan suami sebagai kepala keluarga yang mewakili kewajiban sebagai Wajib Pajak atas keluarga tersebut.

Di Pasal 8 UU PPh juga diatur mengenai penghitungan Pajak Penghasilan terutang atas Wajib Pajak orang pribadi, yaitu keluarga sebagai satu Wajib Pajak, yaitu:

  1. Penghitungan menjadi satu; penghasilan suami-istri dan anak digabung untuk kemudian dihitung berapa PPh yang terutang;
  2. penghitungan dengan proporsional, yaitu untuk suami-istri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, dan untuk istri yang memilih menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri. Penghasilan suami dan istri digabung dan dihitung berapa Pajak Penghasilan yang terutang untuk kemudian Pajak Penghasilan yang terutang tersebut dibagi kepada suami dan istri sebanding dengan besarnya penghasilan masing-masing.

Suami-istri yang memenuhi dua kriteria penghitungan di atas adalah merupakan satu Wajib Pajak, dalam hal ini adalah Wajib Pajak dalam negeri. Hal ini tentu tidak berlaku untuk suami-istri yang telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim. Suami-istri yang telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim merupakan dua kesatuan ekonomi terpisah (dua Wajib Pajak). Oleh karena antara suami-istri merupakan satu Wajib Pajak, maka transfer penghasilan antara suami dan istri tentu tidak dianggap merupakan penghasilan bagi suami atau istri, karena tranfer penghasilan tersebut terjadi antar bagian yang merupakan satu kesatuan sebagai satu Wajib Pajak. Bisa diartikan Wajib Pajak memberikan penghasilan kepada dirinya sendiri (dengan kata lain hal tersebut bukan merupakan penghasilan).

Perlakuan penghitungan Pajak Penghasilan suami istri seperti di atas akan menjadi berbeda dalam hal suami atau istri merupakan SPLN.

Seperti dijelaskan sebelumnya keluarga sebagai satu entitas dianggap sebagai satu Wajib Pajak, penghasilan anggota keluarga akan diperhitungkan sebagai penghasilan keluarga sebagai satu kesatuan dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang. Berdasarkan prinsip world wide income maka baik penghasilan keluarga yang berasal dari Indonesia maupun dari luar indonesia akan dikenakan Pajak Penghasilan di Indonesia. Dalam hal atas penghasilan yang berasal dari luar Indonesia telah dikenai pajak, maka pajak yang terutang di luar indonesia tersebut dapat dikreditkan dalam penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang di Indonesia. Hal ini dikarenakan satu kesatuan keluarga tersebut merupakan Wajib Pajak dalam negeri yang hak pemajakannya di Indonesia.

Berbeda jika suami atau istri merupakan SPLN. Dalam hal suami merupakan SPLN maka atas penghasilan suami di luar negeri tentu hak pemajakannya ada di luar negeri, Indonesia tidak punya hak pemajakan. Dengan demikian, konsep keluarga sebagai satu kesatuan ekonomi yang dianggap sebagai satu Wajib Pajak dalam negeri menjadi tidak dapat dijalankan karena penghasilan suami ternyata hak pemajakannya ada di luar negeri yang tidak bisa ditarik/digabung sebagai penghasilan keluarga. Dengan kata lain suami-istri menjadi tidak bisa dianggap satu kesatuan ekonomi sebagai satu Wajib Pajak dalam negeri, suami-istri tidak bisa lagi dianggap satu Wajib Pajak.

Konsekuensinya adalah dalam hal terjadi transfer penghasilan antara suami sebagai SPLN kepada istri yang merupakan Wajib Pajak dalan negeri tidak bisa dianggap transfer penghasilan antar anggota keluarga sebagai satu kesatuan Wajib Pajak (tidak bisa dianggap lagi Wajib Pajak memberikan penghasilan kepada dirinya sendiri).

Dengan demikian apabila terjadi transfer penghasilan yang tidak memenuhi penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh antara suami yang merupakan SPLN kepada istri yang merupakan Wajib Pajak dalam negeri maka penghasilan tersebut merupakan objek Pajak Penghasilan.